Teror Cinta Q

Kamis, 22 April 2010

Sudah 3 hari aku meneror Rangga dengan nomor pribadi, aku sangat suka hal ini, setiap malam aku selalu menelponnya dengan nomor pribadi dan bodohnya setiap aku menelpon Rangga pasti dengan senang hati mengangkatnya, padahal dia nggak tau siapa yang ia ajak bicara saat itu, aku emang suka ama Rangga sejak kelas 1 SMA. Menurut aku dia itu cowok yang baek, ramah, pinter, tidak sombong, cakep lagi. Tapi karena aku di sekolah nggak terlalu akrab dengannya jadi aku nggak berani menyatakan perasaanku ama dia, terpaksa deh akhirnya aku menempuh cara ini, menelponnya setiap malam dengan menyamar menjadi Tantri.Malam ini, adalah malam kesepuluh aku menelponnya, aku duduk di depan jendela kamarku, sambil menunggu jawaban telpon darinya, tak lama kemudian terdengar suara dari seberang sana, suara yang sangat ingin ku miliki, "Halo??? NIe Tantri ya???" tanyanya lembutSenangnya dia tau ini aku, ah.. bukan, maksudku dia tau kalau ini TANTRI. "Ah, dari mana kamu tau kalo aku Tantri??" tanyaku berbasa - basi. "heh, siapa lagi yang nelpon kesini pake nomor pribadi kalo bukan kamu??" jawabnya santai. Aku terkikik. "eh, malah ketawa," katanya. "knapa nggak boleh?" jawabku sok judes. "ya, boleh sih, tapi jangan ampe ngikik kayak gitu dong serem tau," katanya. Tawaku malah menjadi - jadi. "udahan dong ketawanya," katanya. aku membungkam mulutku "Ups, sory, sory," jawabku. "eh tan, besok ada waktu gak?? ketemuan yuk??". Oh my god, Rangga mengajakku ketemuan, sebenarnya aku seneng banget tapi aku sekarang kan lagi menyemar menjadi Tantri. "Mmm... gmana ya? aku besok ada acara sama temen - temen nih, lain kali aja ya??" jawabku. "Oh gitu ya udah gak apa - apa deh,". Aku tau Rangga merasa kecewa tapi aku belum siap untuk mengungkap semua ini.Semakin hari aku semakin sering menelpon Rangga, pernah sesekali dia meminta nomorku agar dia bisa menelpon ku, tapi dengan beribu alasan aku mencoba menolak permintaannya. hingga akhirnya dua bulan kemudian, aku dengar ada adik kelas yang sedang mendektinya. Hatiku berubah menjadi gelisah, dan takut kalau adik kelas itu akan menarik perhatiannya. Akhirnya malam ini aku bertekad untuk mengajaknya ketemuan di Cafe dekat sekolah, "Oke, aku tunggu disana,"katanya. "eh, makasi ya,"katanya lagi, tapi kali ini aku nggak tau untuk apa dia mengucapkan terimakasih kepadaku. "makasi buat apa nih?"tanyaku. "ya, makasi aja, mmm.... ntar juga kamu tau, uadah ya aku mau siap - siap nih,". Ach dasar...." aku menutup telponku, aku sangat deg - degan, nekat banget sih pake acara ketemuan segala, uhhh... dasar aku Begoooo....!!!" teriakku, menyesal.Jam sudah menunjukkan pukul 7, aku sudah siap namun aku masih ragu untuk kesana. Tapi tekadku kini udah bulat kayak bola pimpong, akhirnya ku starter motorku dan melaju dengan kecepatan 40 km/jam, biar lama nyampe cafenya. Tak lama kemudian aku sampai di Cafe tempat kami janjian, aku melirik jam yang di pajang di tembok, jam sudah menunjukan pukul 19.30, pas banget aku nyampenya, gumamku dalam hati. Tapi mana Rangga?? dia belum datang??aku menunggunya dimeja nomor 9, sudah beberapa menit aku menunggu dia belum datang, 1 jam, 2 jam, dan akhirnya 3 jam aku menunggunya, dia tak datang, apa - apaan ini?? apa dia sudah tau ini aku?? dan dia ingin balas mengerjaiku?? aku menelponnya tapi tak ada jawaban. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang, dengan seribu pertanyaan yang berkecamuk dihatiku.keesokan harinya, aku berangkat kesekolah seperti biasa, dan sebelum berangkat aku mencoba menghubungi Rangga, tapi Hpnya tidak aktif. Tak lam kemudia aku sampai di sekolah, aku melihat banyak anak berkerumun di depan papan pengumuman, ada apa?? aku langsung mendekat kesana, mencoba mencari tau. Tak lam aku mencoba masuk ketengah kerumunan, akhirnya aku menemukan secarik kertas hitam tertempel di papan pengumuman dan bertuliskan, TURUT BERDUKA CITA ATAS MENINGGALNYA RANGGA HANAFI KELAS 3 IPA1, SEMOGA DITERIMA DISISI TUHAN. Aku tak percaya semua ini, Rangga??? Ranggaku telah tiada, ini mimpi bukan?? kepalaku penuh dengan pertanyaan bodoh dan hatiku dinaungi rasa tak percaya. Air mataku menetes tak tertahankan, aku langsung bergegas pulang tak ingin memperlihatkan kesedihanku yang luar biasa dihadapan teman - temanku, karena mereka tau aku tak begitu akrab dengan Rangga, dan mereka juga nggak tau aku adalah orang yang paling sedih atas kejadian ini. Ranggaku telah tiada, dia pergi karena aku, dia mengalami kecelakaan saat akan pergi ke Cafe tempat kami janjian, kini aku tak mampu berbuat apa - apa, semuanya udah terlambat, mungkin pengakuanku ini tak berguna lagi, aku sangat menyesal dan rasa menyesal inilah yang kini mereorku, meneror kehidupanku, membalas teroranku yang dulu pada Rangga...

0 komentar

Posting Komentar

Jangan Lupa KLIK Google+

Pengikut