Inilah Pendapat Siswa Ibukota Tentang Seks

Selasa, 04 Mei 2010

Pergaulan siswa di ibukota makin mengkhawatirkan. Mereka semakin permisif dengan gaya hidup bebas. Sebuah survey yang diadakan oleh Pusat Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia menunjukkan ke arah itu.

Rita Damayanti, salah satu pensurvei dari Pusat Kesehatan Masyarakat UI, mengatakan 170 SMA di Jakarta menjadi ajang penelitian lembaganya. Hasil penelitian itu dibeberkan dalam sebuah talkshow yang diadakan di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Hasil penelitian itu menunjukkan hal-hal sebagai berikut:

Sebanyak 25 persen responden yang diteliti menyatakan hubungan seks boleh saja dilakukan dengan pasangan, asal disertai perasaan suka sama suka.
Sebanyak 3 persen responden mengaku pernah melakukan hubungan seks dengan kekasihnya.
Sebanyak 35 persen remaja pria yang ditelitik menyatakan tidak perlu lagi mempertahankan keperjakaannya.
Sebanyak 10 persen remaja wanita yang diteliti menyatakan tidak perlu lagi mempertahankan keperawanannya.
Sebanyak 95 persen gaya pacaran para siswa masih menganut pola lama dengan hanya mengobrol.
Sekitar 60 persen siswa yang diteliti tidak keberatan dengan pacaran saling berpegangan.
Sekitar 40 persen siswa tidak keberatan dengan pacaran saling rangkulan.
Sebanyak 30 persen siswa tidak keberatan dengan pacaran saling pelukan.
Sekitar 20 persen siswa tidak kekebaratan dengan pacaran saling ciuman.
Sekitar 10 persen siswa mengaku sudah saling meraba pasangannya.

Rita mengingatkan, orang tua dan sekolah memegang peranan penting dalam membangun perilaku remaja agar tidak menganut prinsip seks bebas yang berujung pada kehamilan yang tidak diinginkan. Rita menganjurkan agar para orang tua membekali anak-anaknya dengan pendidikan moral dan agama yang cukup.

Menurut Siti Musdah Mulia, direktur Fatayat NU, sangat penting bagi orang tua untuk menjadi partner bagi anak-anaknya dan membangun komunikasi yang positif dan terbuka dengan mereka.

Selama ini orang tua terjebak dalam tabu. Sehingga anak lari pada hal yang tidak semestinya untuk belajar tentang masalah reproduksi mereka, ujar Siti Musdah.

Mereka berdua sepakat, bahwa pemerintah dan sekolah memegang peranan penting agar siswa tidak semakin terperosok ke dalam kehidupan bebas itu hingga mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan.

Bagi Rita, sekolah sebaiknya memberikan kesempatan bagi siswa wanita untuk kembali melanjutkan sekolah meski perut mereka berisi. Jangan sampai sudah jatuh akibat hamil, tertimpa tangga pula dengan tidak bisa meneruskan kembali sekolah, tutur Rita.

0 komentar

Posting Komentar

Jangan Lupa KLIK Google+

Pengikut