Daerah-daerah akses cyberporn tersebut merupakan pusat mahasiswa dan pelajar menuntut ilmu. Sangat ironis memang, namun itulah kenyataannya
UU No 44 tahun 2008 tentang Pornografi sudah hampir setahun diberlakukan. Meskipun sempat menuai pro dan kontra, akhirnya UU ini tetap disahkan pada tanggal 26 November 2008. Bagaimana trend pornografi di Indonesia pasca disahkannya UU Pornografi ? Apa saja perbuatan pornografi yang dilarang ? Berkaitan dengan hal ini, Depkominfo bekerjasama dengan Dinas Komunikasi dan Informasi Propinsi Kepulauan Bangka belitung menggelar seminar yang diselenggarakan pada 15 Oktober lalu.
Trend Pornografi Di Indonesia
Pornografi bisa dikatakan memiliki usia yang tidak jauh berbeda dengan usia manusia. Perkembangannya dari masa ke masa mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mulai dari pornografi di dinding-dinding gua yang dibuat manusia ratusan tahun yang lalu sampai dengan cyberporn (pornografi internet) yang saat ini sudah merajalela dan bisa diakses kapan saja dengan mudah dan murah.
Peri Umar Farouk dari Gerakan Jangan Bugil Depan Kamera mengungkapkan beberapa data yang mungkin akan membuat kita merasa ironis dan baru menyadari betapa sudah parahnya penyebaran dan konsumsi pornografi di Indonesia. Pada tahun 2006 berdasarkan data Internet Pornography Statistic, Indonesia menempati peringkat ketujuh pengakses kata ”sex” di internet. Sementara data Googletrends posisi Indonesia meningkat pada peringkat kelima ditahun 2007. Apakah ditahun berikutnya turun ??? Masih data dari Googletrends, justru ditahun 2008 dan 2009 Indonesia masuk tiga besar, yaitu diperingkat tiga.
Data di atas menunjukkan posisi Indonesia sebagai pengakses cyberporn diantara deretan negara-negara lain. Bagaimana kondisinya di daerah ? Data tersebut tentunya merupakan hasil kumulatif dari semua daerah yang ada di Indonesia. Data Googletrends menunjukkan tujuh besar daerah di Indonesia yang paling banyak mengakses istilah ”sex”. Peringkat tujuh besar tersebut dimulai dari subregions Yogyakarta, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Jakarta, Jawa Timur, Bali dan ditutup oleh Jawa Barat.
Apabila diamati daerah-daerah akses cyberporn tersebut merupakan pusat mahasiswa dan pelajar menuntut ilmu. Sangat ironis memang, namun itulah kenyataannya. Daerah pusat pendidikan akan menjadi tempat pertama perkembangan teknologi informasi, karena pendidikan membutuhkan teknologi tersebut. Namun sayangnya dampak negatif teknologi informasi tersebut tidak terbendung, sehingga muncul pertanyaan, internet itu diciptakan sebagai media pendidikan atau media pornografi ? Kita para pengguna internet atau user lah yang bisa menjawabnya.
UU No 44 tahun 2008 tentang Pornografi sudah hampir setahun diberlakukan. Meskipun sempat menuai pro dan kontra, akhirnya UU ini tetap disahkan pada tanggal 26 November 2008. Bagaimana trend pornografi di Indonesia pasca disahkannya UU Pornografi ? Apa saja perbuatan pornografi yang dilarang ? Berkaitan dengan hal ini, Depkominfo bekerjasama dengan Dinas Komunikasi dan Informasi Propinsi Kepulauan Bangka belitung menggelar seminar yang diselenggarakan pada 15 Oktober lalu.
Trend Pornografi Di Indonesia
Pornografi bisa dikatakan memiliki usia yang tidak jauh berbeda dengan usia manusia. Perkembangannya dari masa ke masa mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mulai dari pornografi di dinding-dinding gua yang dibuat manusia ratusan tahun yang lalu sampai dengan cyberporn (pornografi internet) yang saat ini sudah merajalela dan bisa diakses kapan saja dengan mudah dan murah.
Peri Umar Farouk dari Gerakan Jangan Bugil Depan Kamera mengungkapkan beberapa data yang mungkin akan membuat kita merasa ironis dan baru menyadari betapa sudah parahnya penyebaran dan konsumsi pornografi di Indonesia. Pada tahun 2006 berdasarkan data Internet Pornography Statistic, Indonesia menempati peringkat ketujuh pengakses kata ”sex” di internet. Sementara data Googletrends posisi Indonesia meningkat pada peringkat kelima ditahun 2007. Apakah ditahun berikutnya turun ??? Masih data dari Googletrends, justru ditahun 2008 dan 2009 Indonesia masuk tiga besar, yaitu diperingkat tiga.
Data di atas menunjukkan posisi Indonesia sebagai pengakses cyberporn diantara deretan negara-negara lain. Bagaimana kondisinya di daerah ? Data tersebut tentunya merupakan hasil kumulatif dari semua daerah yang ada di Indonesia. Data Googletrends menunjukkan tujuh besar daerah di Indonesia yang paling banyak mengakses istilah ”sex”. Peringkat tujuh besar tersebut dimulai dari subregions Yogyakarta, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Jakarta, Jawa Timur, Bali dan ditutup oleh Jawa Barat.
Apabila diamati daerah-daerah akses cyberporn tersebut merupakan pusat mahasiswa dan pelajar menuntut ilmu. Sangat ironis memang, namun itulah kenyataannya. Daerah pusat pendidikan akan menjadi tempat pertama perkembangan teknologi informasi, karena pendidikan membutuhkan teknologi tersebut. Namun sayangnya dampak negatif teknologi informasi tersebut tidak terbendung, sehingga muncul pertanyaan, internet itu diciptakan sebagai media pendidikan atau media pornografi ? Kita para pengguna internet atau user lah yang bisa menjawabnya.
Kriminalisasi Pornografi
Apa sebenarnya yang dikriminalisasi atau perbuatan yang dilarang dalam UU ini ? Pertanyaan ini penting dijawab sebagai bentuk sosialisasi kepada masyarakat. Namun sebelumnya perlu untuk dijabarkan pengertian pornografi dan jasa pornografi agar penjelasan ketentuan pidananya lebih mudah dimengerti.
Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh/bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yg memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yg melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Sementara Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yg disediakan oleh orang perseorangan/korporasi melalui pertunjukan langsung, televisi kabel, televisi teresterial, radio, telepon, internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar, majalah&barang cetakan lainnya.
Ketentuan Pidana UU ini diatur dalam Bab VII mulai dari Pasal 29 sampai Pasal 41. Adapun perbuatan yang dilarang adalah memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan/menyediakan pornografi (P.29); menyediakan jasa pornografi (P.30); meminjamkan/mengunduh pornografi (Pasal 31); memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi (P.32); mendanai/memfasilitasi perbuatan dalam Pasal 29 dan 30 (P.33); sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek/model yang mengandung muatan pornografi (P.34); menjadikan orang lain sebagai objek/model yang mengandung muatan pornografi (P.35); mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan/di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya (P.36); melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek dalam produk pornografi/jasa pornografi (P.37); dan mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan, atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi (P. 38).
Sanksi pidana yang dapat dijatuhkan beragam, sesuai dengan tingkat kejahatannya. Sanksi pidana penjara maksimal 12 tahun dan minimal 6 bulan. Sedangkan sanksi pidana denda maksimal 7,5 milyar dan minimalnya 250 juta. Khusus untuk tindak pidana di atas yang melibatkan anak sanksi pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari maksimum ancaman pidananya. Sementara bagi pelaku korporasi ketentuan maksimum pidana dendanya dikalikan 3 (tiga).
Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh/bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yg memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yg melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Sementara Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yg disediakan oleh orang perseorangan/korporasi melalui pertunjukan langsung, televisi kabel, televisi teresterial, radio, telepon, internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar, majalah&barang cetakan lainnya.
Ketentuan Pidana UU ini diatur dalam Bab VII mulai dari Pasal 29 sampai Pasal 41. Adapun perbuatan yang dilarang adalah memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan/menyediakan pornografi (P.29); menyediakan jasa pornografi (P.30); meminjamkan/mengunduh pornografi (Pasal 31); memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi (P.32); mendanai/memfasilitasi perbuatan dalam Pasal 29 dan 30 (P.33); sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek/model yang mengandung muatan pornografi (P.34); menjadikan orang lain sebagai objek/model yang mengandung muatan pornografi (P.35); mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan/di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya (P.36); melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek dalam produk pornografi/jasa pornografi (P.37); dan mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan, atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi (P. 38).
Sanksi pidana yang dapat dijatuhkan beragam, sesuai dengan tingkat kejahatannya. Sanksi pidana penjara maksimal 12 tahun dan minimal 6 bulan. Sedangkan sanksi pidana denda maksimal 7,5 milyar dan minimalnya 250 juta. Khusus untuk tindak pidana di atas yang melibatkan anak sanksi pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari maksimum ancaman pidananya. Sementara bagi pelaku korporasi ketentuan maksimum pidana dendanya dikalikan 3 (tiga).
Bagaimana BABEL ?
Kasus pornografi di Babel bisa dikatakan sudah mulai berkembang. Hal ini terlihat dari mulai banyaknya terungkap peredaran VCD/DVD porno, menjamurnya warnet yang memudahkan akses pornografi dan penyebaran pornografi melalui HP. Implementasi UU Pornografi di daerah membutuhkan partisipasi aktif semua pihak. Tidak hanya aparat keamanan, tapi juga masyarakat serta keluarga. Disamping itu adanya koordinasi dan kerjasama dalam pemberantasan pornografi antar instansi terkait, seperti Dinas Pendidikan, Dinas kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Komunikasi dan Informasi, Departemen Agama, media massa dan elektronik, tokoh masyarakat dan tokoh agama, LSM, pengusaha warnet dan lain-lain, akan semakin mempersempit ruang gerak peredaran pornografi yang akan merusak moral dan masa depan anak bangsa.
0 komentar
Posting Komentar
Jangan Lupa KLIK Google+